"Penangkaran plankton pada areal satu meter persegi dapat memproduksi bensin 14 liter per sepuluh hari, dengan ongkos produksi hanya Rp 380. Kalau ini dikembangkan kita dapat menikmati BBM harga murah,"

Artikel tersebut merupakan potongan artikel yang  saya ambil dari   
http://www.tribunjabar.co.id/artikel_view.php?id=9956&kategori=13

Dalam artikel tersebut dijelaskan ada seorang anak bangsa dengan Kerja keras mampu menghasilkan biodesel dengan bahan dasar plankton atau mikroalga, siapakah beliau mari kita simak.

CICIT Sultan Hamengkubuwono VII, Adji Koesoemo tidak menamatkan kuliahnya dari Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta. Dia hanya setahun menempuh pendidikan di bangku universitas ternama itu pada 1986. Dia kemudian banyak mengisi waktunya dengan unjuk rasa, hal yang masih ditabukan Orde Baru saat itu.

"Saya pernah merasakan kerangkeng Order baru," ujar Adji ditemui Persda Network pada acara penyerahan bibit padi Merah Putih hasil budi daya lembaga Indonesia Bangkit Yogyakarta yang dipimpinnya, di Salatiga, Jawa Tengah.

"Bensin berbahan planton ini sudah terbukti. Waktu kami demonstrasi di depan seorang tentara Cina, BBN menyala dan bagusnya tidak panas. Kalau tidak terbukti, mana mau saya mau ngomong di depan umum," ujar Damarjati yang mengaku kenal dekat dengan banyak peneliti termasu penemu blue energy asal Nganjuk Joko Suprapto.

Lebih jauh, Adji menerangkan asal-asul inspirasi penemuan BBN dari plankton. "Pikiran saya saederhana saja. Premium yang sekarang kita pakai kan hasil plankton yang mati jutaan tahun kemudian jadi fosil. Lalu saya berpikir, mengapa tidak dipotong prosesnya, langsung menggunakan bahan baku biota laut, plankton yang sangat banyak kita temui," ujarnya.

Menurut ayah tiga anak ini, jika produksi BBN dapat dilakukan secara massal, maka Indonesia tidak gunjang-ganjing oleh kenaikan harga BBM. "Kalau negara mendukung, saya bilang negara bukan pemerintah orang per orang, dan produksi dapat dilakukan dengan mengubah semua infrastruktur SPBU, dalam dua tahun Indonesia tidak akan kekurangan BBM," kata Adji yakin.

Produksi BBN, menurut dia dapat dilakukan massal, dengan kapasitas tak terbatas. Dengan menggunakan plankton, biota laut lainya akan terlindungi. Tidak ada proses perusakan terumbu karang, dan ikan-ikan serta potensi laut. Bahkan dia sedang menguji coba budidaya plaknton di darat. Perkembangbiakan plankton sendiri cangat cepat, seperti deret ukur atau perhitungan dengan perkalian.

"Penangkaran plankton pada areal satu meter persegi dapat memproduksi bensin 14 liter per sepuluh hari, dengan ongkos produksi hanya Rp 380. Kalau ini dikembangkan kita dapat menikmati BBM harga murah," ujarnya.

"Proses produksi sangat sederhana. Ke depan, dalam proyek besar, tanker minyak bisa sambil menyedot plankton, diolah kemudian langsung membawa minyak," tandasnya.

Temuan BBN sudah disampaikan kepada pemerintah, namun kurang mendapat repons. Kemudian, menurut Damarjati, saat ini sedang dikembangkan TNI AL. Bahkan Presiden Venezuela Hugo Chaves, mengatakan sangat tertarik mengembangkan energi alternatif ini.

Sesuai dengan tema Kerja Keras Adalah Energi Kita, mungkin penemuan ini sangat bermanfaat, dan penting untuk kita tindak lanjuti.

Berikut saya mendapatkan artikel yang berhubungan dengan bioplankton ini, saya ambil dari http://www.egamesbox.com/viewthread.php?tid=3761

Mikroalga memiliki kandungan minyak yang komposisinya mirip seperti tanaman darat, bahkan untuk jenis tertentu mempunyai kandungan minyak cukup tinggi melebihi kandungan minyak tanaman darat, seperti kelapa, jarak dan sawit. Mikroalga seperti Botrycoccus braunii, Dunaliella salina, Chlorella vulgaris, Monalanthus sauna mempunyai kandungan minyak berkisar 40 - 85% (sementara untuk kelapa hanya mengandung minyak sekitar 40 - 55%, jarak mempunyai kandungan minyak 43 - 58% , dan untuk sawit berkisar 45 - 70%. (Borowitzka, 1998) dan (Pootet, 2006).

Semua jenis alga memiliki komposisi kimia sel yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak (fatty acids) dan nucleic acids. Persentase keempat komponen tersebut bervariasi tergantung jenis alga. Ada jenis alga yang memiliki komponen fatty acids lebih dari 40%. Dan komponen fatty acids inilah yang akan diekstraksi dan diubah menjadi biodiesel.

Secara teoretis, produksi biodiesel dari alga dapat menjadi solusi yang realistik untuk mengganti solar. Hal ini karena tidak ada feedstock lain yang cukup memiliki banyak minyak sehingga mampu digunakan untuk memproduksi minyak dalam volume yang besar.

Tumbuhan seperti kelapa sawit dan kacang-kacangan membutuhkan lahan yang sangat luas untuk dapat menghasilkan minyak supaya dapat mengganti kebutuhan solar dalam suatu negara. Hal ini tidak realistik dan akan mengalami kendala apabila diimplementasikan pada negara dengan luas wilayah yang kecil.

Berdasarkan perhitungan, pengolahan alga pada lahan seluas 10 juta acre (1 acre =0.4646 ha) mampu menghasilkan biodiesel yang akan dapat mengganti seluruh kebutuhan solar di Amerika Serikat (Oilgae.com, 26/12/2006). Luas lahan ini hanya 1% dari total lahan yang sekarang digunakan untuk lahan pertanian dan padang rumput (sekitar 1 milliar acre). Diperkirakan alga mampu menghasilkan minyak 200 kali lebih banyak dibandingkan dengan tumbuhan penghasil minyak (kelapa sawit, jarak pagar, dan lain-lain) pada kondisi terbaiknya.

Hasil riset National Renewable Energy Laboratory Colorado menunjukkan bahwa untuk luasan areal yang sama mikroalga dapat menghasilkan minyak 30 kali lebih banyak dibandingkan tanaman darat. Hasil penelitian Shifrin pada tahun 1984 diperoleh bahwa rata-rata produktivitas mikroalga dapat mencapai 15-25 gram/m2/hari. Nilai produktivitas ini masih 10% dibawah teori hitungan maksimumnya.

Berdasarkan hal tersebut, jika diasumsikan, rendemen minyak dalam mikroalga misalnya 30-50%  dan waktu efektif 300 hari, maka untuk satu hektar lahan budibudaya  dalam satu tahun akan dihasilkan minyak sebanyak 15,8-37,5 ton.

Hasil ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan tanaman darat misalnya jarak 1,5 ton/hektar tahun atau sawit 3,3 - 6,0 ton/hektar/tahun. Biodiesel dapat dihasilkan dari berbagai sumber bahan yang terbaharukan baik tumbuhan maupun hewan.

Solar dari minyak tumbuhan/hewan ini diperoleh melalui proses transestrifikasi, yaitu dengan cara memanaskan pada suhu tertentu campuran alkohol dan minyak nabati dengan bantuan katalis basa atau asam misalnya NaOH atau H2SO4.. Katalis basa proses reaksinya lebih cepat, namun katalis basa dapat menyebabkan terbentuknya sabun sehingga rendemen biodiesel menjadi berkurang.

Keuntungan biodiesel dibandingkan dengan solar konvensional antara lain adalah lebih ramah lingkungan, seperti bersifat biodegradable, dan nilai emisinya rendah. (Wahyuni, Mita, Dr.MS). Ditulis oleh Djoko Rahardjo, Staf Pengajar  Fakultas Biologi, Universitas Kristen Duta Wacana.

Tak akan henti-hentinya menyebutkan bahwa Kerja Keras Adalah Energi Kita, apalagi yang kurang??????



Artikel yang Berhubungan



Posted by umy 16 December 2009

1 Responses to “KERJA KERAS ADALAH ENERGI KITA” PART 3 BIOPLANKTON.

  1. Serat Jagat Says:
  2. Inilah masalah akut di Indonesia.Prestasi-prestasi ilmiah sering diabaikan begitu saja oleh negara. Ketika dulu Pak Habibie bisa bikin pesawat sendiri, pemerintah Orde Baru abai. Jadinya Pak Habibie dan idenya dibawa ke Jerman sementara kita megap-megap. Baru belakangan Pak Habibie dirangkul Pak Harto lagi, tetapi dengan tujuan politis: karena Pak Habibie sangat populer di dunia dan di Indonesia, diharapkan dukungan dan simpati buat Pak Habibie juga mengalir ke Pak Harto. Eh, di jurusan fisika di Indonesia ada politikosains gak ya?

     

Post a Comment

Subscribe here